Kelud
Pada tanggal 13 Februari 2014 kemaren saya dan istri menjadwalkan untuk pulang ke Batu, Malang, tempat tinggal orangtua saya. Dan sekarang disinilah saya. Dan saya cukup beruntung, dan mungkin juga bisa dikatakan sangat beruntung, kenapa begitu? Saya akan menceritakannya.
Tepat pada malam hari pada tanggal tersebut, kira-kira pukul 22:49 ketika saya sedang pulas tertidur di kamar akibat perjalanan yang saya tempuh siangnya, Gunung Kelud yang tadinya tenang, tanpa adanya tanda-tanda bahwa gunung tersebut beraktivitas, tiba-tiba ‘batuk’ dan memuntahkan abunya. ‘Jerawat bumi’ yang bernama Kelud tersebut secara geografis terletak cukup dekat dengan tempat tinggal saya sekarang, Batu. Batu sendiri terletak di sebelah Timur dari gunung tersebut dengan jarak tak sampai 70 kilometer.
Saya tidak tahu kabar tersebut setelah saya diberitahu ibu saya bahwa teras depan tertutup abu tipis akibat Gunung Kelud meletus. Dan saya baru tahu kalau ternyata Gunung Kelud itu letaknya cukup dekat dengan Batu setelah melihat televisi, dan pada akhirnya saya juga tahu itu gawat karena tak sampai 2 kilometer dari rumah, ada pos pengungsi Kelud!
Kondisi Kota Batu sendiri cukup stabil, debu yang ada cukup banyak, tapi tidak cukup banyak seperti di kota sebelah Barat Gunung Kelud, hingga kota-kota di Jawa Tengah yang tebalnya hingga 5 cm. Ini yang saya maksud keberuntungan, karena angin bertiup ke sebelah Barat, jadi, kota-kota yang terletak di sebelah Timur Gunung Kelud tidak terkena abu vulkanik.
Dan keberuntungan saya yang kedua adalah, sebagian besar bandara terpaksa ditutup pada hari tersebut karena abu vulkanik mengganggu visibilitas dan bahkan akan merusak mesin pesawat. Dan saya melakukan penerbangan tepat siang hari sebelum Gunung Kelud meletus.
Tapi keberuntungan saya ini tidak dialami oleh sebagian besar dari penduduk disekitar Kelud dan kota-kota di sebelah Barat Kelud, dan sampai tulisan ini selesai ditulis pun, posko-posko bantuan dan pengungsi pun masih ada.
Semoga bencana ini cepat selesai.